Senin, 25 Mei 2015

MELUKAT

                      MELUKAT




Kata Melukat adalah berasal dari bahasa jawa kuno yaitu lukat yang artinya bersih, melukat yang simpel bisa kita laksanakan pada mata air /aliran sungai di laut atau pertemuan laut dan sungai kalau di bali biasanya dekat pura segara atau di beji. Jika ada pemangku akan lebih gampang, bilang saja sama mangkunya ingin melukat karena ada beberapa pura yang melukatnya dilakukan oleh pemangku langsung. Kalau sendiri sangat mudah sekali sembahnyang dulu di dekat mata air atau aliran air itu mohon pensucian agar air tersebut diberi daya kekuatan untuk membersihkan sarira kita. Setelah itu jika waktu sembahyang tadi mengahturkan air percikan air tersebut ke air yang mau kita gunakan untuk melukat / mandi ....setelah selesai lakukan muspa / sembahyang lagi. Demikian dikutip dari salah satu komentar forum diskusi jaringan hindu nusantara. Juga dijelaskan dalam adat dan budaya, melukat adalah upacara pembersihan pikiran dan jiwa secara spiritual dalam diri manusia. Upacara Melukat ini dilaksanakan pada hari baik dan merupakan adat tradisi yang sudah dilakukan oleh umat Hindu di Bali secara turun temurun dan masih terus dilakukan sampai saat ini. Adapun makna dari upacara Melukat ini, dalam setiap diri manusia mempunyai sifat buruk dan kotor, jadi sifat itu yang harus disucikan dan dibersihkan kembali. Ada berbagai cerita kenapa upacara melukat ini dilakukan: Kisah Dewi Uma yang dikutuk dan menjelma menjadi mahluk menyeramkan, ditempatkan di setra gandamayu dan diberi nama Ra Nini, lalu muncul Batara Guru yang menyusup ke dalam diri Sadewa untuk menyucikan Ra Nini, dan mengembalikan Dewi Uma dalam wujudnya semula. Kemudian Dewi Uma mengajarkan cara membersihkan segala noda dan kejahatan. Kisah Bima saat diutus Drona/Dorna untuk mendapatkan air suci, lalu taktik Duryodana untuk menjebak Bima namun Bima justru bertemu dengan Mahadewa dalam wujud anak kecil yang menuturkan kerahasiaan air suci atau kesucian sebuah tirtaitu. Kisah Meng Bekung yang menemukan telor raksasa saat dia pergi kehutan lalu di bawa pulang ke rumah, saat direbus untuk dijadikan lauk, telur tersebut menetas bukannya matang/masak dari telur yang menetas itu keluar seorang manusia berbadan setengah ular, lengkap dengan sisiknya ternyata telor raksasa tersebut adalah perujudan rasa malu Sang Hyang Siwa dan Dewi Uma, yang melakukan hubungan asmara di langit, untuk menutupi rasa malu akibat perbuatan mereka keduanya menjelma menjadi ular bermahkota dan meninggalkan sebutir telur. Saat terjadi petaka/musibah dikerajaan tempat Meng Bekung berasal dan sudah tidak dapat diatasi dengan cara apapun lalu seorang Rsi mendapatkan wangsit untuk melakukan persembahan dan korban tersebut adalah manusia setengah ular, atas perintah dari Rsi tubuh manusia ular tersebut dipotong-potong untuk di jadikan ‘caru’ (korban), lalu potongan tubuh itu dibuang ke berbagai penjuru arah mata angin. Usai melakukan upacara itu tiba-tiba Sang Hyang Siwa muncul dan mengembalikan wujud manusia setengah ular itu menjadi utuh yang menjelma menjadi lelaki tampan dan kemudian memberi petunjuk mengenai prinsip pecaruan jagat.