Kamis, 03 September 2015

TRI DATU dalam Kehidupan AGAMA HINDHU dan SEJARAHnya

        
BENANG TRI DATU



      Gelang Tridatu secara filosofis merupakan warna yang mewakili aspek ketuhanan,

       Merah sebagai warna Dewa Brahma,
       Putih sebagai warna Dewa Iswara/Siwa, dan
       Hitam sebagai warna Dewa Wisnu.

Sekaligus mengingtakan tentang proses kehidupan yang diwakili dari tiga dewa tersebut (Tri Murti),

                  Brahma-Uthpti/penciptaan,
                  Wisnu-Sthiti/Pemeliharaan dan
                  Siwa-Pralina/Peleburan.

Dalam konteks keberaksaraan juga diwakili dengan :

             Ang
             Ung
             Mang
   Pada Akhirnya kesatuan dari ketiganya adalah
"Omkara
" atau Hyang Widhi/Brahman itu sendiri.
               Apabila dirujuk lebih jauh, konsepsi ketuhanan ‘Ekatva Anekatva Svalaksana Bhatara (Hyang Widhi adalah satu dalam yg banyak dan banyak dalam yang Satu)’. Warna-warna yang mewakili Dewa-dewa Hindu terpapar dalam konsep Dewata Nawa Sangga dan sekaligus karakter dari warna tersebut,
        Yaitu :
               1. Iswara : Putih (Suka sugih tur Rahayu, dana Punia Sthiti Bhakti) .
               2. Mahesora : Merah Muda (Widagda sira ring Niti, Subhaga sirang Bhuana)
               3. Brahma : Merah (Sampurna tur Dirghayusa, pradnyan maring Tattwa Aji)
              4. Rudra : Jingga (Dharma Sira tur susila jana nuraga ring Bhumi)
              5. Mahadewa : Kuning (Tut sira sura ring rana, prajurit watek mangaji)
              6. Sangkara : Hijau (Teleb ring tapa brata, gorawa satya ring budhi)
              7. Wisnu : Hitam (Sudira suci laksana, surupa lan sadhu jati)
              8. Swayambhu : Biru (Paripurna santha Dharma, sudha,sidhi sihing warga)
              9. Siwa : Pancawarna (Gung prabhawa sulaksana. Satya brata tapa samadhi)
        Penggunaan gelang tridatu yang mulai demikian memasyarakat di kalangan umat Hindu, tentu saja secara sosial bisa menjadi Identitas kehinduan, sekaligus secara religius bisa menjadi media untuk selalu eling atau ingat akan Hyang widhi. Sekaligus mengingat siklus kehidupan di dunia ini, Lahi-Hidup-Mati. Sepertihalnya sabda kitab suci ‘Prasantha manasam hy enam, yoginam sukham utamam’ Artinya orang yang yakin dan selalu ingat memusatkan diri pada Hyang Widhi akan mendapatkan ketenangan bathin.
Mantra Puja Trimurti :
               "Om Brahma wisnu Iswara dewam,
                Jiwatmanam trilokanam,
                sarwa jagat pratistanam,
               sudha klesa winasanam"
               Berati kita harus selalu menciptakan kebaikan darma, kemudian memelihara(wisnu) mengandung maksud kita akan selalu diingatkan untuk selalu memelihara kebajikan/darma dan terklahir pralina(siwa) kita harus mau menghilangkan rasa ketidak baikan /adarma. itulah salah satu kegunaan pemakain gelang benang TRIDATU.

Sejarah Gelang Benang Tridatu

             Sejarah tentang gelang benang Tridatu berawal pada abad 14-15 ketika Dalem Watu Renggong menjadi raja di Bali, akhirnya Patih Jelantik diutus untuk menundukkan Dalem Bungkut(putra raja Bedaulu). Dan ketika Patih Jelantik berhasil menaklukkan Dalem Bungkut, terciptalah sebuah kesepakatan bahwa kekuasaan Nusa diserahkan kepada Dalem Watu Renggong(Bali) begitu pula rencang dan ancangan Beliau (Ratu Gede Macaling) dengan satu perjanjian akan selalu melindungi umat Hindu / masyarakat Bali yang bakti dan taat kepada Tuhan dan leluhur, sedangkan mereka yang lalai akan dihukum oleh para rencang Ratu Rede Macaling.
             Bila Beliau akan melakukan tugasnya maka Kulkul Pajenanengan yang kini disimpan dan disungsung di puri agung klungkung akan berbunyi sebagai pertanda akan ada malapetaka atau wabah. Maka gelang benang Tridatu digunakan sebagai simbol untuk membedakan masyarakat yang taat atau bakti dengan masyarakat yang lalai atau tidak taat.
            Seiring berjalannya waktu dan perubahan dari jaman ke jaman maka hingga saat ini gelang benang Tridatu digunakan sebagai identitas dari umat Hindu khususnya di Bali.